Takalar (Sulsel) – Dunia pendidikan di Indonesia tergolang sudah mulai membaik adanya beberapa bantuan dari pemerintah, baik Program Indonesia Pintar (PIP) untuk siswa kurang mampu juga dengan adanya dana BOS untuk membiyayai keperluan sekolah tersebut. Namun masih saja ada pihak sekolah yang salah mengartikan hal tersebut, seperti halnya yang terjadi di wilayah kecamatan Galesong Utara, kabupaten Takalar, sebagian orang tua siswa mengeluhkan sering mendapatkan kabar yang kurang sedap dari pihak sekolah.
Menurut salah seorang warga yang juga orang tua siswa dari salah satu sekolah, berinisial DR mengatakan, sering adanya pembayaran-pembayaran yang sifatnya tidak formal dan terkesan kurang etis.
“Masa, biar hal-hal kecil saja harus lagi orang tua siswa yang dibebankan meskipun sifatnya tidak dipaksakan, tapi kan secara psikologi si anak kalau tidak mampu beli atau bayar akan malu sama teman-temanya. Itulah yang kadang membuat anak saya kadang enggan ke sekolah karena malu belum punya apa yang di perintahkan oleh wali kelasnya,” ujar DR kepada awak media Platmerahnews.com, Selasa (17/9/2019).
“Saya pikir hal yang begitu bisa ji diambilkan dari Dana BOS (biaya operasional sekolah),” ungkapnya dengan bahasa dialek daerah Sulsel.
Mestinya, kata DR, kalau ada hal-hal yang sifatnya harus dibayar atau dibebankan ke orang tua siswa seharusnya diadakan rapat orang tua siswa tertebih dahulu. “Jadi kita ini orang tua siswa nda kaget. Kalau anak kami pulang membawa kabar bahwa ada yang harus dibeli untuk keperluan sekolah,” katanya
“Selama ini kalau pas ada, yah kami belikan, tapi yang jadi masalah kalau pas lagi kosong gimana? meskipun nilainya kecil tapi kan setahunya anak yah harus ada,” keluhnya.
Untuk sekedar di ketahui, kejadian ini terungkap bermula dari informasi warga setempat bahwa ada anak sekolah SD sudah hampir 3 hari tidak masuk sekolah dikarenakan malu belum mampu membeli map yang disuruh oleh wali kelas salah satu sekolah yang berada di kecmatan Galesong Utara.
Menindaklanjuti informasi tersebut, awak media Platmerahnews.com selanjutnya menemui pihak sekolah dimaksud untuk meminta keterangan dan tanggapannya.
Pihak sekolah yang diwakili beberapa guru yang berhasil ditemui oleh awak media menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya hanya miss komunikasi antara wali kelas, siswa, dan orang tua siswa tersebut.
Menurutnya, siswa disuruh membeli map itu untuk tempat tugas masing-masing, tapi karena alasan siswa pada saat pulang dari sekolah di hari pertama orang tuanya tidak ada, “Jadinya si anak belum ada uang untuk membeli map tersebut. Hingga persoalan itu berlangsung kurang lebih 3 hari si anak tidak masuk sekolah dengan alasan takut sama wali kelasnya atau malu kepada teman-temanya karena belum memiliki map tersebut,” ungkap salah seorang guru yang ada di antara 7 guru turut mewakili Kepala sekolah yang kebetulan saat itu tidak ada di tempat (kantor sekolah).
Hingga pada akhirnya persoalan itu berhasil ‘diademkan’ oleh pihak guru, siswa dan orang tua siswa yang kebetualan orang tua siswa tersebut ikut dihadirkan dalam sesi wawancara tersebut.
Hingga saat ini siswa yang dimaksud sudah bersekolah kembali seperti hari hari biasanya.
Sementara itu, orang tua siswa seusai menghadiri panggilan dari pihak sekolah membeberkan bahwa kedepanya dia mengharapkan pemerintah agar melakukan sosialisai tentang dunia pendidikan anak bagi orang tua siswa.
“Sehingga kami ini yang punya pendidikan minim tau itu prosedurnya, mana yang harus dibayar dan mana yang tidak boleh, karena selama ini kami taunya hanya menyekolahkan anak kami untuk mendapatkan pendidikan yang layak dari sekolah mereka. Bukan malah menambah biaya yang tidak seharusnya, karena kami ini orang susah,” ungkap DR. (Hendra)