Kab. Bandung – Proyek pembangunan floodway yang bertujuan untuk mengatasi banjir di wilayah kabupaten Bandung itu sekarang sudah berjalan hampir 40%. Proyek yang melintasi 3 desa yaitu desa Sukamukti, desa Bojongkunci dan desa Sangkan Hurip itu kembali menuai kecaman dari masyarakat . Sebab, proyek nasional tersebut berimbas pada rusaknya akses jalan di ke 3 desa tersebut, beberapa titik yang dilalui oleh pengerjaan proyek tersebut.
Yang membuat jalan cepat rusak itu, adalah banyak nya armada yang dipakai untuk mengangkut hasil galian dari sodetan ke tempat pembuangan yang jaraknya sekitar 10 Km dari lokasi galian, dan tonasenya lebih dari 7 ton per armada.
Selain kerusakan jalan tumpahan tanah hasil galian yang diangkut oleh armada untuk menuju tempat pembuangan juga menyebabkan jalan dan menjadi licin dan sering terjadi kecelakaan.
Seorang warga perumahan di desa Sukamukti yang bernama Maman mengatakan, “tidak adanya petugas pembersih jalan menjadikan tanah yang tumpah dari truk tidak langsung dibersihkan, dan tanah tersebut apabila musim hujan menjadikan jalanan licin, banyak warga keluar dari perumahan terjatuh dari sepeda motor,” ujarnya, Minggu (26/08)
“Kami minta, jalan ini harus diperbaiki sampai konstruksinya. Jangan hanya, tambal sulam. Kami menunggu, itikad baik dari pihak PT BRP,” tambahnya.
Ditegaskan, karena kerusakan jalan ini, sangat merugikan masyarakat. Sebab, jalan tersebut merupakan satu-satunya akses jalan penghubung antar kecamatan. Jika musim penghujan, banyak warga yang menjadi korban akibat jalan rusak itu.
Informasi yang dihimpun, PT. BRP ( Basuki Rahmanta Putra) adalah perusahaan yang mengerjakan Proyek pembanguanan floodway paket 1 di kabupaten Bandung tersebut.
Dwi Haris Pujiantoro selaku Humas dari PT. BRP saat ditemui oleh awak media Platmerahnews.com mengatakan bahwa, belum adanya petugas khusus yang mengawasi dan mengontrol K3 di dalam proyek tersebut adalah salah satu penyebab tidak terkontrolnya petugas Flagman.
Dwi juga mengatakan, kelemahan perusahaannya dalam proyek pembangunan Cisangkuy Floodway paket 1 itu adalah tidak adanya petugas pengawas K3, dimana K3 itu termasuk di dalamnya APD (Alat Penyelamatan Diri), rambu dan kebersihan.
“Rencana bulan September ini memang baru akan ada petugas khusus pengawas K3,” ujar Dwi menambahkan.
Pantauan di lapangan, di bebera lokasi sodetan Cisangkuy Floodway Paket 1 yang dikerjakan oleh PT BRP, Platmerahnews.com juga melihat para pekerja tidak memakai APD sesuai yang telah ditentukan yaitu helm, rompi dan sepatu safety. Tapi itu semua bukan karena tidak adanya aturan yang diterapkan oleh PT BRP mengenai APD, tetapi karena kurangnya kesadaran dari para pekerja itu sendiri.
Para pekerja proyek tersebut memang didominasi oleh warga sekitar, karena PT BRP berusaha melibatkan seluruh elemen masyarakat, terutama warga dari ketiga desa tersebut. Dari mulai suplai barang dan penyediaan armada, PT BRP membuka kesempatan kepada warga sekitar yang mau bekerja sama.
Selain dibangunnya jalan air untuk mengatasi banjir, di tempat tersebut juga juga akan dibangun jalan manusia sehingga akan menjadi penghubung antara desa Sangkan hurip dan Kamasan.
Proyek pembangunan Cisangkuy Floodway memang akan sangat dirasakan manfaatnya oleh warga sekitar.

Dwi haris menjelaskan bahwa proyek ini akan mendorong ekonomi warga sekitar dikarenakan akan menjadi tempat wisata dan harga jual tanah pun akan menjadi naik.
“Setelah proyek ini selesai kami akan serahkan kepada masyarakat, dan masyarakat yang akan menikmati manfaatnya,” ujarnya.
“Kami akan terus berusaha semaksimal mungkin memberikan yang terbaik untuk masyarakat, karena proyek pembangunan ini bukan proyek komersil kami, tapi proyek yang akan dirasakan manfaatnya untuk warga sekitar umumnya untuk warga Bandung. Kami sudah berusaha menanggapi semua keluhan warga, dan kami juga memberdayakan warga sekitar agar semua ikut berperan dalam pembangunan Cisangkuy Floodway ini,” tandasnya. (Febby Resdian)