Jakarta – Sekalipun sudah diperketat, praktik pemalsuan dokumen impor masih saja terjadi di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Salah satu kasusnya tengah diproses di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Jakarta, ditengarai merugikan konsumen (customer) dan keuangan negara.
Kasus tersebut melibatkan tersangka importir Hary sebagai pemilik CV Saint Perkasa. Harry diduga melakukan penipuan dan pemalsuan dokumen impor terhadap konsumen yang memanfaatkan jasanya untuk mengimpor barang dari China. Padahal, semua persyaratan kepabeanan dan biaya sejak pengajuan pemberitahuan impor barang (PIB) sudah dipenuhi oleh konsumen.
Kasus pidana itu sudah beberapa kali disidang di PN Jakarta Barat yang dipimpin hakim Moh. Arifin. Adapun korban tindak pidana pemalsuan dokumen impor adalah MS dan PT VTM. Keduanya telah beberapa kali menggunakan jasa importir dari CV Saint Perkasa, tetapi belakangan menjadi korban penipuan.
Sidang pidana digelar pada pekan lalu telah menghadirkan sejumlah saksi dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas, Kanwil Ditejan Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Kementerian Keuangan.
Selain itu, ada juga saksi dari pihak perbankan yang selama ini menjalankan transaksi antara konsumen dan Harry.
“Hakim sudah menghadirkan para saksi dan banyak fakta-fakta sudah disajikan. Keterangan saksi tersebut perlu digali dan menjadi landasan dalam pertimbangan nanti,” kata Emanuel M Kota yang menjadi kuasa hukum dari konsumen pengguna jasa impor di Jakarta, Senin (5/8).
Emanuel yang biasa disapa Manche Kota menjelaskan bahwa keterangan saksi harus menjadi pertimbangan untuk melihat sebuah kasus secara obyektif. Apalagi, ada beberapa keterangan saksi yang sangat mendukung bukti-bukti tindak pidana yang telah merugikan kliennya.
Dalam sidang pekan lalu, dihadirkan tiga saksi yakni Isnu Dewatoro dari Bea Cukai Tanjung Mas, Semarang, dan dua saksi lain dari pegawai sebuah bank.
Dalam keterangannya, Isnu menjelaskan bahwa importir tidak selalu menjadi pemilik sebuah barang impor, tetapi importir mendapatkan kuasa dari pemilik atau pihak yang mewakili pemilik barang. Hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai dokumen perjanjian atau kontrak dan juga bukti transfer dalam urusan kepabeanan impor tersebut.
“Importir bisa mewakili pemilik barang. Bisa melalui perjanjian atau bukti transfer terkait dengan impor barang tersebut,” kata Isnu menjawab pertanyaan dari kuasa hukum Harry.
Adapun dua saksi dari pihak perbankan membenarkan adanya transfer pemindahan uang melalui rekening konsumen kepada Harry untuk impor barang dari China melalui CV Saint Perkasa.
Dalam sidang terpisah, Harry justru menggugat perdata terhadap konsumen. Terkait ini, Harry belum bisa dimintai tanggapannya. Namun, Manche menilai gugatan itu dinilai kabur (obscuur libel), maka harus ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Penegasan Mance itu sebagai jawaban atas gugatan perdata yang diajukan Harry terhadap MS.
“Penggugat (Harry) mengklaim barang-barang impor miliknya, tetapi secara bersamaan melakukan penagihan kepada MS terkait administasi impor. Ada perbuatan melawan hukum dan ingkar janji (wanprestasi),” tegas Manche yang juga anggota Peradi ini. [MK]