KPU: Berita Soal e-KTP WNA China Bisa Ikut Pemilu, Hoaks 1000 Persen

Politik123 Views
banner 468x60

Berita soal KTP elektronik alias e-KTP yang dimiliki warganegara China, yang kemudian dikaitkan dengan kecurangan di Pemilu 2019, dipastikan 1000 persen hoaks. Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahkan telah melaporkan dugaan hoaks tersebut kepada Cyber Crime Mabes Polri, Selasa (26/2).

Salah satu keganjilannya adalah fakta bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera dalam foto tersebut, bukan tercatat atas nama Guohui Chen seperti yang beredar di media sosial saat ini.

banner 336x280

“Kami sudah melaporkan kepada pihak kepolisian, untuk mengusut tuntas kasus ini. Kami minta ditelaah lebih dalam, apakah foto tersebut hasil editan atau bukan,” ujar Komisioner KPU Viryan Aziz di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (26/2).

Viryan menambahkan, pihaknya telah mengecek NIK 3203012503770011 yang tertera dalam foto tersebut. Hasilnya, nama yang kemudian keluar bukan atas nama Guohui Chen. Melainkan atas nama Bahar. “Maka yang terjadi adalah kesamaan NIK, tapi data berbeda. Dan pemilik NIK yang asli itu kini sudah tercatat di Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 di kawasan Cianjur, Jawa Barat,” jelasnya.

Bantahan juga dilontarkan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri. Menurutnya, informasi tentang tenaga kerja asing (TKA) asal Cina di Cianjur, Jawa Barat yang memiliki e-KTP adalah berita super hoaks.

“Itu hoaks. Super hoaks. Saya sudah dapat informasi itu,” kata Hanif usai meresmikan Studio Fashion Technology milik Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang, Jawa Tengah pada Selasa (26/2), seperti dilansir Antara.

Ia menjelaskan, Warga Negara Asing (WNA) asal China yang dikabarkan memiliki e-KTP itu, memang mengantongi izin tinggal di Indonesia. Namun, dia menegaskan, gambar KTP elektronik atau e-KTP milik WNA tersebut yang beredar di media sosial merupakan hasil editan.

“Saya sudah dapat informasi bahwa itu adalah hasil editan. Izin tinggal memang ada. Tapi, dibuat seolah ada e-KTP. Sudahlah jangan percaya hoaks. Hancur republik ini kalau percaya hoaks. Bertakwalah kepada Allah,” tegas Hanif.

Menurutnya, TKA di Indonesia saat ini hanya sekitar 95 ribu atau 0,08 persen jumlah penduduk Indonesia. Hal itu harus disyukuri, mengingat banyak negara yang memiliki jumlah TKA berlimpah. “Singapura seperlima jumlah penduduk, Qatar lebih besar, UEA lebih besar. Indonesia 0,08 persen. Bersyukurlah pada Allah,” tandasnya.

Untuk diketahui, dalam foto yang beredar di media sosial, bentuk e-KTP TKA China itu mirip dengan e-KTP yang umum dimiliki WNI. Kartunya berwarna dasar biru muda dan putih. Bagian atasnya tertulis ‘PROVINSI JAWA BARAT KABUPATEN CIANJUR’.

Di bagian depan e-KTP itu terdapat data selayaknya e-KTP milik WNI. Namun kewarganegaraan pria itu ditulis ‘CHINA’. Dan juga ada masa berlaku e-KTP-nya. e-KTP GC berlaku hingga 12 Desember 2023.

Menanggapi viralnya informasi soal WNA asal China yang memiliki e-KTP dengan domisili di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh memberikan komentarnya. Menurutnya, WNA atau tenaga kerja yang sudah memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik.

“WNA yang sudah memenuhi syarat dan memilik izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik. Ini sesuai dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan, sehingga tidak haram WNA punya KTP elektronik,” kata Zudan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/2).

WNA yang dapat memiliki KTP elektronik, juga tidak sembarangan. Mereka harus memiliki izin tinggal tetap yang diterbitkan oleh pihak Imigrasi. Tentunya, dengan jangka waktu terbatas atau tidak seumur hidup.

Dijelaskan, Kartu Tanda Penduduk Elektronik ( e-KTP) untuk warga negara asing ( WNA) adalah salah satu bentuk perwujudan sistem Single Identity Number. Sistem ini memungkinkan seorang WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik, seperti perbankan dan fasilitas kesehatan.

“Single Identity Number itu kan untuk pelayanan publik. Orang asing juga punya hak mendapat pelayanan publik di Indonesia. Semisal untuk urusan bank, sekolah, atau pelayanan di rumah sakit,” terang Zudan.

Meski berhak mengakses pelayanan publik, WNA tidak diberikan hak politik. Hak politik adalah hak untuk memilih di pemilu serta hak untuk dipilih. Sehingga, tak mungkin namanya ada di dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu.

Zudan menegaskan, e-KTP untuk WNA merupakan perintah Pasal 63 UU No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Aturan tersebut berbunyi, “Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP”.***

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *