TANJUNG ENIM (SUMSEL) PLATMERAH.NEWS. COM – Kian menjadi-jadinya para pedagang dan beberapa masyarakat yang mendirikan bangunan diatas tanah Eks beheersterrein seluas 63 Hektare yang diklaim oleh PT Bukit Asam Tbk sebagai aset perusahaan, ternyata ada kesan yang rancu dimana satu sisi PTBA memasang plang yang berbunyi “Tanah ini milik PT BA” di beberapa wilayah seputar pasar bantingan yang meliputi kawasan kelurahan Pasar dan desa Lingga Tanjung Enim, namun disisi lainnya aset tanah juga disewakan oleh PTBA, padahal saat ini lagi gencar-gencarnya dalam mengenalkan Tanjung Enim kota Wisata, tentu kaitannya dengan kerapian, keindahan dan kebersihan agar tidak semakin kumuh.
“Saya masih menyimpan dokumen di mana pada tahun 2015 lalu PTBA menyebarkan surat yang berisi perjanjian kontrak antara PTBA dan masyarakat yang tinggal di wilayah seputar pasar pagi dan sebagian Desa Lingga, Namun surat ini ternyata tidak direspon oleh masyarakat khususnya masyarakat yang sudah tinggal lama di kota Tanjung Enim ini, sementara ada pula yang merespon dan menyewa lahan ini,” ungkap Samsul Bahri (57) warga Tanjung Enim, saat dibincangi awak media ini kemarin.
Lantas lanjut Samsul, Apa yang melatarbelakangi Senior Manager (SM) Pengelolaan Aset dan Bangunan PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim berubah menambah fungsinya sebagai perusahaan yang menyewakan tanah eks beheersterrein kepada masyarakat yang ada di Kecamatan Lawang Kidul Kabupaten Muara Enim?
Seperti yang dikutip di dalam surat perjanjian antara pihak satu PT Bukit Asam Persero Tbk dan pihak kedua warga masyarakat yang menyewa lahan seluas 42 M2 yang terletak di Pasar Baru Desa Lingga Kecamatan Lawang Kidul yang menyebutkan, bahwa pihak ke dua diwajibkan membayar uang sewa sebesar 1,5 juta lebih untuk biaya sewa kontrak lahan selama 1 tahun terhitung ditandatangani pada tanggal 18 November 2015. Saat itu ditanda tangani oleh SM Pengelolaan Aset Tanah dan Bangunan PT Bukit Asam, Suhedi yang saat ini menjabat General Manager (GM) Unit Pertambangan Tanjung Enim (UPTE).
Lantas Bagaimanakah kaitannya sewa-menyewa yang dilakukan oleh PT Bukit Asam tersebut dengan keluarnya surat bupati Muara Enim nomor 475/Bappeda-4/2017 yang ditanda tangani oleh Ir H Muzakir Sai Sohar perihal tanah ex beheersterrein seluas 63 Ha di Tanjung Enim? Lagi, Syamsul menjelaskan, seperti dikutip dalam surat Bupati tersebut bahwa PT Bukit Asam tidak melakukan konversi perubahan hak lama sebagaimana dimaksud dalam undang-undang pokok Agraria nomor 5/1960. Bahwa sesuai ketentuan Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang pokok-pokok kebijakan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak Barat, pada pasal 1 bahwa hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai asal konversi hak barat yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya tanggal 24 september 1980 sehingga dengan berakhirnya hak tersebut yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai oleh negara. Dan dalam surat ini ditandatangani oleh bupati Muara Enim terdahulu Muzakir Sai Sohar.

Selanjutnya juga dalam surat ini menegaskan agar para Camat Kades Lurah yang berada di Kecamatan Lawang Kidul untuk tidak menandatangani dokumen apa pun yang diajukan oleh PT BA berkaitan dengan pengurusan sertifikasi lahan atas nama perusahaan di lokasi seluas 63 hektar di Tanjung Enim.
“Jadi saya meyakini bahwa suatu saat persoalan sewa-menyewa ini akan menjadi masalah tersendiri dan kini saatnya bahwa dalam hal kepemilikan lahan ini ternyata masih rancu, pada akhirnya para pedagang tersebut sudah semakin berani menempati tanah tanah yang kosong di seputaran pasar bantingan Tanjung Enim karena diduga baik pemkab Muara Enim dan PT BA diduga tak serius menata lingkungan dan terkesan pembiaran,” ungkapnya dengan mimik serius.
Sementara itu, menanggapi persoalan tersebut, Direktur Umum dan SDM PT Bukit Asam Tbk, Joko Pranomo, yang berhasil dihubungi media ini mengatakan, bahwa pihaknya mewakili manajemen PTBA sudah berkomitmen untuk mengembangkan penataan wilayah sekitar tambang khususnya di Tanjung Enim untuk menjadi sesuatu atau mempunyai nilai lebih, salahsatunya adalah dengan adanya program Tanjung Enim kota Wisata.
“Nah, kebetulan kita sudah ada lahan Eks beheersterrein, ini akan kita tingkatkan dengan adanya program kota Wisata. Memang di dalam pelaksanaan program ini banyak yang harus kita lakukan dalam penataannya agar tidak kumuh salahsatunya adalah di wilayah kita seluas 63 hektare itu. Secara legal bahwa lahan itu memang ada di Bukit Asam. Kita juga tidak bisa sendirian, walaupun kita punya lahan, tapi kan juga melibatkan pihak lainnya ada sisi kepemerintahan, baik itu pemerintah daerah, BPN ataupun lain-lainnya, jadi harus koordinasi bersama,” ujarnya, Senin (18/2/2019).
Ketika disinggung banyaknya bangunan liar yang berdiri saat ini baik di areal jalur hijau (taman kota, red) maupun di atas aspal badan jalan di lokasi Pasar Baru Bantingan, Tanjung Enim, apakah sejauh ini sudah ada komunikasi dengan pihak terkait lainnya, baik itu pemkab, Satpol PP dan lainnya untuk melakukan upaya penertiban?
Joko Pranomo menerangkan, “Program ini kemarin kan yang ada disekitar Kita dulu untuk penataannya mulai yang ada di Fasos,Fasum hingga sampai kejalan di sekitar Pasar Bawah yang saat ini sebagian sedang berlangsung pembangunan Pendestrian dan pemberlakuan satu jalur. Itupun juga lanjutnya tidak mudah hingga sampai saat ini, walaupun niatan kita baik, membutuhkan komunikasi dan penjelasan yang lebih. Ini yang kita terus tingkatkan dan lakukan dengan stakeholder, dengan pemerintah daerah untuk pemberdayaan”.
Ditambahkannya, mengenai pendatang yang akhirnya membuat atau membangun lapak-lapak jualan tentunya bukan persoalan yang sederhana, ini kan permasalahan dari UPTD Pasar, kemudian dari stakeholder, pemerintahan setempat.
“Kalau PTBA kan tidak bisa menahan, walaupun lahannya itu secara administrasi kita, tapi tidak bisa kita menolak masyarakat tersebut untuk datang dan mencari nafkah, untuk itu kita harus koordinasi secara bersama-sama untuk menertibkannya,dengan tahapan-tahapan baik yang sudah dilakukan maupun yang belum dilakukan,” ucapnya.
Kemudian saat di tanya juga apakah sejauh ini sudah dilakukan upaya koordinasi dengan pihak-pihak terkait tersebut?
“Sudah, sejak setahun belakangan ini sudah dikoordinasikan, dengan pak Bupati alhamdulillah kita juga sudah ketemu. Nah, soal penataannya ini yang model penataannya ini yang belum dan masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut,” tutupnya.

Sebelumnya, pada giat minggu pertama awal tahun 2019 yang lalu perangkat Kelurahan Pasar Tanjung Enim sudah memberikan teguran sekaligus himbauan kepada para pedagang yang menjajakan dagangannya di badan jalan ataupun di atas trotoar di depan Kantor Lurah Pasar Tanjung Enim (Perapatan Bundaran, red) Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim.
Dari pantauan di lokasi, beberapa pedagang diantaranya pedagang buah, baju dan elektronik banyak menggelar dagangannya hingga membuat hampir separuh jalan di persimpangan bundaran pusat kota Tanjung Enim terlihat kumuh dan mendapat sorotan dari berbagai pihak apakah memang sengaja dilakukan pembiaran.
Menanggapi hal itu, Lurah Pasar Tanjung Enim Najiburrahman, Spd, MM didampingi Sekretaris Lurah (Seklur) Nova Damayanti, SP dibantu Bhabinkamtibmas, Bripka Amriyanto dan Babinsa, Serka M Lekson, melakukan penegasan kepada penjual yang berada di atas trotoar dan badan jalan.
“Sarana ini sudah jelas diperuntukan untuk hak pejalan kaki dan pengguna jalan. Untuk itu kami minta kepada bapak ibu untuk tidak berjualan menggunakan badan jalan maupun diatas trotoar, terutama yang berada disekitar atau depan rumah penduduk saya minta agar sampahnya dikumpulkan juga jangan berceceran di jalan,” ujar Nova.
Lebih lanjut kata Nova, selama ini ada satu pedagang buah yang terbilang membandel dan sangat berani menjual buah menggunakan badan jalan bahkan sejak pagi hari sudah melakukan aktivitasnya, sehingga mengundang pedagang lainnya yang pada akhirnya membuat jalan dalam kota menjadi macet dan kumuh.
“Kita sudah berupaya dengan cara pendekatan secara persuasif dengan menegur secara lisan dan tertulis, hingga melaporkan ke pihak kecamatan, namun pedagang ini seolah tak menerima dan bahkan parahnya lagi oknum satu ini pernah ribut dengan kepada UPTD Kebersihan dan Pertamanan kecamatan Lawang Kidul hanya karena ditegur karena merusak pagar dan tanaman di taman perempatan jalan,” ungkapnya.
Hal senada diungkapkan oleh ketua RT 01 RW 07 pasar Tanjung Enim Nesti Senen, yang mengakui bahwa maraknya pedagang yang berani berjualan disepanjang jalan Eks Mutik hingga menuju lokasi pasar baru Bantingan ini cendrung sudah merusak sarana taman dan area hijau yang sudah dibuat sejak tahun 2005 lalu. Tidak hanya itu, bangunan juga berdiri tengah aspal jalan.
“Kita atas nama warga minta kepada Satuan Pol PP kabupaten Muara Enim untuk menertibkan para pedagang yang menggunakan sarana bukan pada tempatnya, sehingga saat ini para pedagang sudah merampas hak hak para pejalan kaki dan pengendara,” tegas Nesti, yang juga didampingi Ketua RW 07 kelurahan Pasar Tanjung Enim, Hijazi. (Aldo DJ)